Bahtsul Masail : Hewan Terjangkit PMK, Haram Sebagai Qurban

0

Follow Channel WhatsApp NU Pasuruan untuk mendapatkan update terbaru seputar NU di Kabupaten Pasuruan.

Klik Disini dan Follow.

Dikutip dari laman resmi MUI, mui.or.id, Komisi Fatwa MUI menetapkan bahwa hewan yang terkena Foot and Mouth Disease atau Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) gejala klinis kategori berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban. Hal itu disampaikan Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, saat memberikan paparan dalam konferensi pers Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK, Selasa (31/05) di Gedung MUI Pusat, Jakarta.

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban, ” ungkapnya.

Hewan tersebut baru sah dikorbankan bila sudah sembuh dari PMK pada hari-hari berkurban yaitu 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Bila hewan sembuh dari PMK setelah tanggal tersebut, maka penyembelihan hewan tersebut terhitung sebagai sedekah.

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh PMK dalam waktu yang diperbolehkan kurban (tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah), maka hewan tersebut sah dijadikan hewan kurban, ” ungkapnya.

Kiai Niam menyampaikan, ketentuan-ketentuan khusus ini hanya pada hewan PMK kategori berat. Sementara pada PMK kategori ringan, ditandai dengan lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

Dia menambahkan, pelubangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuh hewan tetap membuat hewan tersebut sah dikorbankan.

“Pelubangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban, ” ungkapnya.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau dikenal dengan Foot and Mouth Disease adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, dan lainnya.

PMK dengan gejala klinis kategori berat adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan, dan menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan.

PMK dengan gejala klinis kategori ringan adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lesu, tidak nafsu makan, demam, lepuh pada sekitar dan dalam mulut (lidah, gusi), mengeluarkan air liur berlebihan dari mulut namun tidak sampai menyebabkan pincang, tidak kurus, dan dapat disembuhkan dengan pengobatan luka agar tidak terjadi infeksi sekunder, dan pemberian vitamin dan mineral atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh dalam waktu sekitar 4-7 hari.

Di sisi lain, kajian PBNU menunjukkan keputusan yang sedikit berbeda. Di kutip dari NUOnline (www.nu.or.id), Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) merilis hasil kajian perihal hukum berkurban dengan ternak yang terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK), Kamis (9/6/2022) malam. LBM PBNU memutuskan bahwa ternak yang terjangkit PMK tidak memenuhi syarat sebagai hewan kurban.

“Hewan yang terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dengan menunjukkan gejala klinis-meskipun ringan-tidaklah memenuhi syarat untuk dijadikan kurban,” demikian bunyi putusan kajian LBM PBNU Tentang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tertanggal, Selasa, 7 Juni 2022.

Kajian LBM PBNU membedakan ibadah sedekah dan ibadah kurban. Kajian LBM PBNU menjelaskan bahwa ibadah sedekah lebih terbuka dari segi kriteria dan waktunya.

Adapun ibadah kurban merupakan ibadah istimewa yang memiliki ketentuan sebagaimana dijelaskan dalam hadits dan kitab-kitab fiqih pada umumnya. Ketentuan agama mengharuskan ibadah kurban berasal dari hewan yang cukup umur dan bebas cacat serta penyakit.

“Seseorang boleh bersedekah dengan apa saja yang ia mampu meski dengan kondisi tidak sempurna baik hewan maupun lainnya. Namun tidak demikian dengan ibadah kurban. Tidak sembarang hewan dapat dijadikan kurban. Ada kriteria tertentu bagi hewan yang bisa dijadikan kurban,” demikian salah satu bunyi putusan tersebut.

LBM PBNU menggelar kajian keagamaan terkait PMK dalam kaitannya terutama dengan hewan kurban secara daring via zoom pada Selasa malam, 31 Mei 2022. LBM PBNU menghadirkan pihak Syuriyah PBNU, LBM PWNU dan LBM PCNU se-Indonesia, dokter hewan Muhammad Taufik Fadhlullah dari Ikatan Dokter Hewan Sapi Indonesia, dan sejumlah pihak terkait.

Adapun LBM PBNU berdasarkan keterangan ahli memutuskan bahwa gejala klinis hewan yang terjangkit PMK memiliki titik persamaan dengan beberapa contoh yang tersebut dalam hadits dan memenuhi kriteria ‘aib (cacat) sebagaimana dijelaskan di atas.

Baca Juga :   Seputar Pariwisata dalam Rumusan Bahtsul Masail LBM NU Kabupaten Pasuruan

“Titik persamaan tersebut antara lain berupa penurunan berat badan pada gejala ringan, pincang, dan kematian,” demikian bunyi kajian LBM PBNU tentang PMK.

Pertanyaan:

  1. Sahkah berqurban dengan hewan yang terpapar PMK menurut empat mazhab?
  2. Bagaimana keiteria hewan yang divonis tidak sah dijadikan qurban?

Jawaban:

Hewan yang positif terjangkit PMK dengan gejala klinis berat tidak sah dijadikan kurban menurut 4 madzhab. Sedangkan apabila gejala klinis ringan (belum sampai mengurangi kadar dan kualitas dagingnya, maka menurut madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah hukumnya adalah sah untuk dijadikan hewan kurban, demikian juga menurut imam Adzru’i dari madzhab Syafi’iyyah. Sekalipun pendapat ini merupakan pendapat yang syadz, namun juga dipilih oleh imam al-Haramain dan iman al-Ghazali.

Perlu dipahami, PMK kategori berat ditandai dengan lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan, dan menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan. Adapun gejala klinis ringan ditandai dengan lesu, tidak nafsu makan, demam, lepuh pada sekitar dan dalam mulut (lidah, gusi), mengeluarkan air liur berlebihan dari mulut namun tidak sampai menyebabkan pincang dan tidak kurus.

Lebih dari itu, Imam Al-Bujairimi menegaskan ketika seseorang menentukan serta menjadikan sebagai kurban atas seekor hewan yang memiliki cacat, maka tetap dinyatakan sah. Hal ini juga berlaku pada hewan yang terjangkit PMK kategori berat. Akan tetapi, terlepas dari beberapa perbedaan pendapat di atas, dengan mempertimbangkan:

  1. Surat Edaran Menteri Pertanian nomor: 03/SE/PK.300/M/S/2022 tentang pelaksanaan Kurban danpemotongan hewan dalam situasi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth disease).
  2. Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor: 5429/KPTS/PK.320/F/05/2022 tentang Standar Operasional Prosedur Pengendalian dan Penanggulangan Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Indonesia.
  3. Secara medis menurut ahlul khubroh ( dokter hewan) tidak disarankan disembelih, melainkan diobati untuk disembuhkan.

Maka, sebagai bentuk kewajiban mematuhi -secara syar’i- terhadap peraturan dan perintah pemerintah, haram menjadikan hewan yang terjangkit PMK sebagai qurban. Kendati demikian, di sisi lain tetap dianggap sah atas nama qurban yang tentunya dengan mengikuti pendapat ulama yang menyatakan sah.

شرحالمقدمة الحضرمية المسمى بشرى الكريم بشرح مسائل التعليم ص: 696

​و( شرطها أيضا: حيث لم يلتزمها ناقصة فقد عيب ينقص لحما حالا، كقطع فلقة كبيرة مطلقا، أو صغيرة من نحو أذن، كما يأتي. أو مآلا كـ )أن لا تكون جرباء وإن قل( الجرب أو رجي زواله؛ لأنه يفسد اللحم والودك وينقص القيمة. وحذف في “التحفة” نقص القيمة؛ إذ العيب هنا ما ينقص اللحم لا القيمة، وألحق به الشلل والقروح والبثور.

مغني المحتاج الجزء السادس صحـ 128

وشرطها (أي الأضحية المجزئة)سلامة من( كل )عيب( بها )ينقص( بفتح أوله وضم ثالثه بخطه )لحما( أو غيره مما يؤكل فإن مقطوع الأذن أو الألية لا يجزئ كما سيأتي مع أن ذلك ليس بلحم فلو قال ما ينقص مأكولا لكان أولى ولا فرق في النقص بين أن يكون في الحال كقطع بعض أذن أو في المآل كعرج بين كما سيأتي لأن المقصود من الأضحية اللحم أو نحوه فاعتبر ما ينقصه كما اعتبر في عيب المبيع ما ينقص المالية لأنه المقصود فيه وهذا الشرط معتبر في وقوعها على وجه الأضحية المشروعة.

روضة الطالبين وعمدة المفتين) 3/ 195)

الخامسة: العجفاء التي ذهب مخها من شدة هزالها لا تجزئ وإن كان بها بعض الهزال ولم يذهب مخها أجزأت كذا أطلقه كثيرون. وقال في «الحاوي» : إن كان خلقيا، فالحكم كذلك، وإن كان لمرض منع؛ لأنه داء. وقال إمام الحرمين: كما لا يعتبر السمن البالغ للإجزاء، لا يعتبر العجف البالغ للمنع .وأقرب معتبر أن يقال: إن كان لا ترغب في لحمها الطبقة العالية من طلبة اللحم في سني الرخاء، منعت

الموسوعة الفقهية الجزء الخامس صحـ 142

الجرب في اللغة بثر يعلو أبدان الناس والحيوانات يتآكل منه الجلد وربما حصل معه هزال إذا كثر ومن إطلاقاته أيضا العيب والنقيصة يقال به جرب أي عيب ونقيصة ولا يخرج استعمال الفقهاء لكمة الجرب عن معناه اللغوي )الحكم الإجمالي ومواطن البحث( اتفق الفقهاء على أن الجرب إذا كان كثيرا بأن وصل إلى اللحم فإنه يمنع الإجزاء في الأضحية لأنه يفسد اللحم ويعتبر نقصا لأن اللحم هو المقصود في الأضحية واختلفوا فيما إذا كان قليلا بأن كان في الجلد ولم يؤثر في اللحم فذهب الحنفية والمالكية والحنابلة وهو وجه عند الشافعية اختاره إمام الحرمين والغزاليإلى أنه لا يمنع الإجزاء في الأضحية وذهب الشافعية في الجديد وهو الصحيح عندهم إلى أن الجرب قليله وكثيره يمنع الإجزاء في الأضحية. *

Baca Juga :   Hukum Berqurban

حاشية الجرهزي علىالمنهاج القويم شرح المقدمة الحضرمية (2/524)

“ولا مريضة مرضًا يفسد لحمها” أي يوجب هزاله للخبر الصحيح: “أربع لا تجزئ في الأضاحي: العوراء البين عورها، والمريضة البين مرضها، والعرجاء البين عرجها، والعجفاء البين عجفها” 2, وأما اليسير من غير الجرب فلا يؤثر لأنه لا ينقص اللحم ولا يفسد.(أي يوجب هزاله) في شرح العباب: (كأن مرادهم ما من شأنه ذلك وإن لم يكن معه هزال ) اهــ .وفي شرح المذكور : أن الجرب من شأنه إفساد اللحم ، فلا يجزيء وإن لم يفسد بالفعل ، خلافا للأذرعي .وعطفه المريضة على الجرباء من عطف العام على الخاص إذ الجرب من المرض ، كذا في التحفة بالمعنى لكن في شرح العباب : الجرب وإن كان نوعا من المرض إلا أنه امتاز عنه بحكم آخر ، وهو أن قليله يفحشه وإفساده ككثيره ، بخلاف المرض ، فذلك صار كجنس آخر ) ..

فتح المعين – إعانة الطالبين

ولو نذر التضحية بمعيبة أو صغيرة، أو قال: جعلتها أضحية، فإنه يلزم ذبحها، ولا تجزئ أضحية، وإن اختص ذبحها بوقت الاضحية، وجرت مجراها في الصرف.

(قوله: فإنه يلزم ذبحها) جواب لو الداخلة على نذر، ولو المقدرة قبل قوله قال جعلتها، وإنما لزم ذبحها مع أنها معيبة لأنها هي الملتزمة في ذمته من قبل هذا الالتزام.

وما ذكر من عدم الإجزاء هو ما صرح به في التحفة والنهاية.

*وكلام البجيرمي على الإقناع مصرح بالإجزاء، ونصه: ومحل عدم إجزائها ما لم يلتزمها متصفة بالعيوب المذكورة، فإن التزمها كذلك، كقوله لله علي أن أضحي بهذه وكانت عرجاء مثلا أو جعلت هذه أضحية وكانت مريضة مثلا أو لله علي أن أضحي بعرجاء أو بحامل فتجزئ التضحية في ذلك كله، ولو كانت معيبة. *

حاشية البجيرمي على الخطيب

قوله: (وأربع لا تجزئ) محل عدم إجزائها ما لم يلتزمها متصفة بالعيوب المذكورة فإن التزمها كذلك كقوله لله علي أن أضحي بهذه وكانت عرجاء مثلا أو جعلت هذه أضحية وكانت مريضة مثلا أو لله علي أن أضحي بعرجاء أو بحامل فتجزئ التضحية في ذلك كله. ولو كانت معيبة والعبرة بالسلامة. وعدمها عند الذبح ما لم يتقدمه إيجاب فإن تقدم فإن أوجبها على نفسه معيبة فذاك وإلا فلا بد من السلامة فإذا قال لله علي أضحية ثبتت في ذمته سليمة ثم إن عين سليما عن الذي في الذمة، واستمر إلى الذبح فذاك وإن عين سليما ثم تعيب قبل الذبح أبدله بسليم.

بغية المسترشدين ص: ٩١

(مسألة ك) يجب امتثال أمر الإمام فى كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلالبصرفه فى مصارفه وإن كان المأمور به مباحا أو مكروها أو حراما لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله م ر وتردد فيه فى التحفة ثم مال إلى الوجوب فى كل ما أمر به الإمام ولو محرما لكن ظاهرا فقط وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاهرا وباطنا وإلا فظاهرا فقط أيضا والعبرة فى المندوب والمباح بعقيدة المأمور ومعنى قولهم ظاهرا أنه لا يأثم بعدم الامتثال ومعنى باطنا أنه يأثم اهـ قلت وقال ش ق والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهرا وباطنا مما ليس بحرام أو مكروه فالواجب يتأكد والمندوب يجب وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بكراهته لأن فيه خسة بذوى الهيآت وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادى بعدم شرب الناس له فى الأسواق والقهاوى فخالفوه وشربوا فهم العصاة ويحرم شربه الآن امتثالا لأمره ولو أمر الإمام بشىء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب اهـ

MUSHOHIH: KH. Muzakki Birrul Alim KH. Muhib Aman Ali KH. Sholeh Romli KH. Abdulloh Muhsin K. Nur Hasan

PERUMUS: KH. Bagus Aminulloh, KH. M. Aris Alwan, KH. Zuber Dhofir, K. Luthfi Hakim, K. Nur Fuad, Gus Zainulloh Izzi, Gus Habib Mahbub, Ust. Rofi’i, Ust. Irfan Hasani,. Ust. Masykur Junaidi

MODERATOR Ust. Shofiyyul Muhibbin


Eksplorasi konten lain dari PCNU Kab. Pasuruan

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2024 | CoverNews by AF themes.

Eksplorasi konten lain dari PCNU Kab. Pasuruan

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca