Wak Abah – Puisi Gus Haidar Hafeez
WAK ABAH
Karya Haidar Hafeez
Masih seperti tadi siang, cerita itu aku simak.
Dia bercerita saat aku kelas satu tsanawiyah
Bila dia sebenarnya Hizbullah.
Milisi separatis versi Belanda
Tidak akon-akon, tetapi dia katakan dengan bukti punggung terkilir.
Dengan sisa luka memar yang terlihat menjelang wafat.
Dia patah tulang paha
Bekas aniaya Belanda saat dia pasukan Hizbullah
Tidak
Dia tidak ngibul.
Dia Ma’shum sang waliyullah.
Wak Abah, aku rindu hadirmu saat NU ditertawakan anak-anak kami.
Saat semua dengan GR-nya merasa lebih suci dari para kiyai
Lebih jernih dari panjenengan Wak Abah.
Lebih rahmatan lil alamin ketimbang Mbah Hasyim Asyari
Aku rindu hadirmu Wak Abah
Yaqdotan
Ataukah dalam mimpi buruk mereka.
Seburuk sangka mereka menafikan ilmu dan kasaf kiyai.
Follow Channel WhatsApp NU Pasuruan untuk mendapatkan update terbaru seputar NU di Kabupaten Pasuruan.
Menghina NU
Merasa otaknya lebih benar dari istikharah penggagas NU
Dengan katai NU sekenanya
Wak Abah
Aku yakin kau geram sebab ahlak anak-anak kami
Mengatasnamakan cerdas akal seenaknya menghina NU. panjimu
Nyawamu yang kau pertaruhkan adalah bangga kami
Pantang siapa pun meludahinya
Dengan apapun alasan lisan
Toh tulisan bukti lisanul khal ahlak sayyiah
Aku tak kuasa
Simalakama berada di balik bara ini
Entahlah mereka,
Iblis mana yang merasuki akal cerdas mereka
Hingga kebablasan mendewakan akal
Dengan dalih kebebasan, fikir jernih dan sederet pembenaran takabburiyah
Tak kuasa saat anak-anak kami merambah alam maya
Alam suku maya yang bangsa jin
Di kiamat sughra kan tahun 2012 tahun usai penciptaan.
Dunia maya dunia sombong jin dan kini di itba’ manusia
Coba tengok
Sombong mewabah alam pikir manusia
Dipenuhi kemalasan dan kepura-puraan jagat maya
Yang ada sepreti tak ada
Saat segenggam alat suara maya membisik jiwa manusia
Silaturahmi ke rumah sahabat hanya memandangi LCD
Duduk berdampingan tapi sebenarnya tak nyambung
Sebab jiwanya dikendalikan jagat maya
Akal muda suka nakal
Akal yang ingkari nakal
Akal dengan kecepatan berpikir
Bila muda tidak ada ilmu kebablasan berpikir melampaui zikir
Ya rasul salam alaika
Soddaqta ya Habibana
Kau katakan “utlubul ilma dari perut ibu hingga perut ibu pertiwi
Kau wajibkan hingga makar yang tak cari ilmu
Ilmu adalah hidayah
Hidayah tak lain caha ilahiyah
Tidak sombong atau congkak
Sebab ilmu bukan akal
Tetapi ilmu akal yang tunduk pada nakal
Ya Tuhan al Mutakabbir
Pantaskah sombong bagi selain-Mu
Bukankah merendahkan reputasi NU termasuk sombong
Bukankah NU lahir dikarena desakan orang-orang berilmu
Memandang perlu kendara agama bernama NU
Demi kenyamanan beragama di Nusantara
Mbah Jazuli Ploso
Begitu kau bangga NU hingga tidak sedikitpun lahirkan pencaci NU
Kau genggam perintah Mbah Hasyim Asyari
Meneruskan semangat juang
Berdirilah al Falah di tepian sungai Brantas
Aku masih ingat
Kisah Mak Aji saat masih mondok Ploso
Atas perintah Mbah Jazuli
Memanggul bilah pedang
Demi hadang penghalang rintang NU
Nyawa pertaruhan harum NU
Aku masih ingat dawuh kiyai Munif Jazuli,
NU adalah pesantren besar
Di dalamnya berisikan kiyai dan santri
Titah guru adalah segalanya
Mbah Manaf Lirboyo,
Demi NKRI kau besarkan NU dalam kobaran api jihad
Menghantam
Menghancurkan
Dan mengusir penjajah
Maka berkibarlah sang saka merah putih
Di angkasa raya negeri Indonesia yang merdeka
Simbah kiyai Yahya Gadingsantren Malang,
Bergerilya menghadapi keji Belanda dan Jepang
Hingga pada suatu ketika
Mbah Wahid Hasyim menginap di Gadingsantren
Saat mengatur strategi pertempuran Surabaya
Dibawah panji ANOE kiyai Yahya dan santri
Panggul senjata dari rampasan Belanda dan Jepang
Darah bersimbah mereka syuhadaillah santri Gadingsantren.
Wak Abah,
Ingin kugali kubur masa lalumu
Agar semua terperangah bila di hatimu masih terpatri
Panji suci bendera NU
Kau yang angkat senjata
Dan kau yang pernah merintih di popor Belanda
Dibawah garang Hizbullah
Kau ikhlas, tidak demi rupiah
Kau ceritakan padaku
Bila kau tolak tanda jasa dan bayaran
Wak abah
Kau uswah hasanah kami-kami
NU adalah rumah kami
NU adalah jalan sorga kami
Saat kau katakan demi NU kau rela pertaruhkan nyawa
Mbah yai Ahmad Pacarkeling Pasuruan,
Seperti yang kau ceritakan
Duduk di kursi besi lalu di strum
Hingga terkencing dan berak
Itu semua demi panji NU dalam NKRI
NU tidak bersekutu dengan penjajah,
sejak itu hingga kini
NU pengawal NKRI
Pesantren adalah benteng pertahan NKRI
Sejak itu hingga kini
NU nama pesantren besar itu seperti dawuh mbah yai Munif Ploso
Mbah Sa’dulloh Sidogiri,
Desing bedilmu masih terdengar jelas
Saat kau muntahkan peluru
Hingga terkapar perobek dwi warna
Kau sejenak tinggalkan lembar-lembar kitab kuning
Demi selamatkan padi menguning anak cucu
Agar tak di rampok penjajah kulit putih atau kulit kuning
Nyawa kau pertaruhkan demi kami-kami jauh dalam hening
Terimakasihku menghirup alam kebebasan
Tertukar nyawa dan derita mudamu
Kau teraniaya di negeri sendiri
.
Romo yai Abdul Jalil Sidogiri
Kau tertembak saat qunut subuh.
Bukti licik Belanda melampaui lakum dinukum waliyadin
Seluruh penghuni jagat dari sudut manapun
Menyaksikan biadab penjajah Belanda
Eksplorasi konten lain dari PCNU Kab. Pasuruan
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.